sumber photo : https://ma.ittifaqiah.ac.id/blog/sahabatkuanisa-setiana-lestari/ Ada dua kelompok besar dalam pembagian kelompok teman sepermainanku. Yang pertama terkenal dengan sebutan Arpas, arek pasaran. Rumah mereka ada disekitar Pasar Sanggar. Anggotanya antara lain Misadi, Sokeh, Nasin, Mahfud Cak Ajir, Mariyanto /Ganden dan lain lain. Yang satu sebutannya Armes. Arek Mesjidan. Selanjutnya huruf s ditengah kata itu sengaja dihilangkan, untuk memudahkan penyebutan. Jadinya Arek Mejidan. Aku termasuk arek Mejidan, karena rumahku dekat Masjid. Anggotanya antara lain Mahfud Gedek, To ireng, Slamet Pindang, ilyas, Yodin, Kun, Ridwan Mahin dan lain lain. Kedua kelompok ini selalu bersaing dalam segala Hal. Terutama Bal balan. Juaranya silih berganti kadang Arpas Menang, kadang Armes yang menang. Memang kalau dihitung sekornya lebih banyak Armes yang menang. Mungkin karena lapangan sepak bolanya dimiliki oleh Armes dekat dengan Masjid. Namanya arek mejidan, kegiatan hariank...
Berikut ini Nilai olahan raport sementara untuk semester genap tahun 2017 Nilai di atas merupakan nilai komulasi dari kegiatan belajar semester ini. Untuk yang berminat memperbaiki masih diberikan kesempatan sampai hari Minggu 4 Juni 2017, dengan mengerjakan ulangan remedial di bawah ini 1. |Kelas XI ips klik di sini 2. Kelas |LM klik di sini Setelah mengerjakan Ulangan jangan lupa kunjungi e-mail kamu untuk melihat hasil ulanganmu. Silahkan di cetak hal pertama saja |( yang ada identitasmu) kumpulkan ke Guru Pengajar
"Yang menjadi pertanyaan besarku adalah mengapa kamu nikah begitu cepat? padahal kita tahu dulu kamu itu terkenal idealis...?" Pertanyaan teman kuliahku membombardir tekadku untuk menyimpan kisah cinta yang telah lalu. Mulailah aku mencoba menyusun puzzle kehidupanku untuk menjawabnya. Aku pulang ke daerah setelah menyelesaikan studi S1 ku di Kota Apel tanpa sesosok gadis impian yang bisa aku ajak menemani merajut masa depan. Setelah aku berusaha keras, sangat keras bahkan untuk menawarkan seonggok cinta kepada seorang gadis berakhir dengan hampa. Rasanya gak ada lagi gadis yang seperti itu dan aku yakin bahwa itu satu-satunya. Aku malas keluar rumah. Apalagi aku ini sudah sarjana. Kalau lontang-lantung di luar.. "apa kata dunia ?". Malu! Mungkin kegundahanku ini ditangkap oleh Pak De. Diajaknya aku main ke rumahnya di Sebuah desa di selatan kota berjarak 60 km. Rumah Pak De di pinggir sawah. Benar -benar dipinggir cuman terhalang satu rumah di sebelah timurnya. ...
Komentar